Rabu, 30 Desember 2009

Membaca Ekonomi

MEMBACA EKONOMI INDONESIA PASCA AFTA ASEAN DAN CINA

Kawasan perdagangan bebas atau disebut free trade area (FTA) antara negara - negara di Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN dan China mulai 1 Januari 2010 akan diberlakukan. FTA bakal menciptakan wilayah ekonomi dengan 1,7 milyard konsumen. Diperkirakan produk domestik bruto regional 2 trilyun US Dollar. Bila dilihat dari kapitalisasi pasar FTA menjadi pasar terbesar didunia dari sisi populasi. Sejak ditanda tangani pada November 2004, kerja sama perdagangan bebas 10 negara ASEAN dan China diproyeksikan mencetak nilai perdagangan 1,3 trilyun US Dollar. Bagi Indonesia FTA bisa jadi awan hitam bila melihat membengkaknya defisit perdagangan Indonesia – China 3,61 milyard US Dollar pada tahun 2008. Pada hal ketika Indonesia menyetujui perjanjian FTA pada tahun 2004, Indonesia masih surplus 0,5 milyard US Dollar. Terkait FTA pemerintah selalu menampakan sikap optimis menyongsong tahun 2010, meskipun perekonomian nasional terus mendapat tekanan dari goncangan eksternal sepanjang tahun 2009. Sikap demikian bisa dimengerti urgensinya, yakni mengelola ekspektasi, karena kepanikan otoritas ekonomi akan dengan mudah menyebar kepada masyarakat dan pelaku bisnis. Bahkan, kepanikan pelaku ekonomi di satu subsektor, apalagi jika melanda sektor perbankan yang memiliki peran amat strategis di sektor keuangan dan sektor riil, dengan cepat menjadi bersifat dramatis dan sistemik.
Pada tahun 2010, pemerintah percaya perekonomian Indonesia masih akan tumbuh pesat. Pemerintah SBY mentargetkan pertumbuhan 6,4 % pertahun, meski menurut kalangan ekonom lebih moderat bila ditargetkan pertumbuhan pada kisaran 4 % . Pemerintah percaya ekonomi Indonesia tidak akan banyak terpengaruh oleh beberapa gejolak eksternal yang sebenarnya sudah mulai berlangsung. Sekalipun sedikit merosot, masih ada keyakinan atas daya tahan perekonomian domestik dalam menghadapi dampak buruk krisis keuangan global yang semakin meluas. Argumen dasar yang berulangkali dikemukakan adalah bahwa fundamental ekonomi Indonesia sekarang ini sudah kuat.
Apakah FTA membawa berkah atau bencana bagi Indonesia ? perlukah merubah haluan ekonomi Indonesia ?


Apakah Perdagangan Bebas itu ?
Merujuk Wikipedia Indonesia, Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada ketentuan dari World Customs Organization yang berpusat di Brussels, Belgium. penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda.
Perdagangan internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang ekspor impor dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori, semuha hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas. Namun dalam kenyataannya, perjanjian-perjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada terciptanya sejarah pasar bebas. Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena melindungi kepentingan perusahaan-perusahaan besar.
Sejarah dari perdagangan bebas internasional adalah sejarah perdagangan internasional memfokuskan dalam pengembangan dari pasar terbuka. Diketahui bahwa bermacam kebudayaan yang makmur sepanjang sejarah yang bertransaksi dalam perdagangan. Berdasarkan hal ini, secara teoritis rasionalisasi sebagai kebijakan dari perdagangan bebas akan menjadi menguntungkan ke negara berkembang sepanjang waktu. Teori ini berkembang dalam rasa moderennya dari kebudayaan komersil di Inggris, dan lebih luas lagi Eropa, sepanjang lima abad yang lalu. Sebelum kemunculan perdagangan bebas, dan keberlanjutan hal tersebut hari ini, kebijakan dari merkantilisme telah berkembang di Eropa di tahun 1500. Ekonom awal yang menolak merkantilisme adalah David Ricardo dan Adam Smith
Ekonom yang menganjurkan perdagangan bebas percaya kalau itu merupakan alasan kenapa beberapa kebudayaan secara ekonomis makmur. Adam Smith, contohnya, menunjukkan kepada peningkatan perdagangan sebagai alasan berkembangnya kultur tidak hanya di Mediterania seperti Mesir Yunani dan Roma tapi juga Bengal dan Tiongkok Kemakmuran besar dari Belanda setelah menjatuhkan kekaisaran Spanyol, dan mendeklarasikan perdagangan bebas dan kebebasan berpikir, membuat pertentangan merkantilis/perdagangan bebas menjadi pertanyaan paling penting dalam ekonomi untuk beberapa abad. Kebijakan perdagangan bebas telah berjibaku dengan merkantilisme, proteksionisme, sosialisme, komunisme dan kebijakan lainnya sepanjang abad.
sebagai perwujudan baru paham liberalisme saat ini dapat dikatakan telah menguasai sistem perekonomian dunia. Paham liberalisme dipelopori oleh ekonom asal Inggris Adam Smith dalam karyanya The Wealth of Nations (1776). Sistem ini sempat menjadi dasar bagi ekonomi negara-negara maju seperti Amerika Serikat dari periode 1800-an hingga masa kejatuhannya pada periode krisis besar (Great Depression) di tahun 1930. Sistem ekonomi yang menekankan pada penghapusan intervensi pemerintah ini mengalami kegagalan untuk mengatasi krisis ekonomi besar-besaran yang terjadi saat itu.
Selanjutnya sistem liberal digantikan oleh gagasan-gagasan dari John Maynard Keynes yang digunakan oleh Presiden Roosevelt dalam kebijakan New Deal. Kebijakan itu ternyata terbukti sukses karena mampu membawa negara selamat dari bencana krisis ekonomi. Inti dari gagasannya menyebutkan tentang penggunaan full employment yang dijabarkan sebagai besarnya peranan buruh dalam pengembangan kapitalisme dan pentingnya peran serta pemerintah dan bank sentral dalam menciptakan lapangan kerja. Kebijakan ini mampu menggeser paham liberalisme untuk beberapa saat sampai munculnya kembali krisis kapitalisme yang berakibat semakin berkurangnya tingkat profit dan menguatnya perusahaan-perusahaan transnasional atau Trans Nasional Corporation/Multi Nasional Corporation (TNC/MNC).
Menguatnya kekuatan modal dan politik perusahaan-perusahaan transnasional (TNC/MNC) yang banyak muncul di negara-negara maju makin meningkatkan tekanan untuk mengurangi berbagai bentuk intervensi pemerintah dalam perekonomian karena hal itu akan berpengaruh pada berkurangnya keuntungan yang mereka terima. Melalui kebijakan politik negara-negara maju dan institusi moneter seperti IMF, Bank Dunia dan WTO, mereka mampu memaksakan penggunaan kembali paham liberalisme gaya baru atau yang lebih dikenal dengan sebutan paham neo-liberalisme.
Secara garis besar Mansour Fakih (2003) menjelaskan pendirian paham neoliberalisme:
1. biarkan pasar bekerja tanpa distorsi (unregulated market is the best way to increase economic growth), keyakinan ini berakibat bahwa perusahaan swasta harus bebas dari intervensi pemerintah, apapun akibat sosial yang dihasilkan.
2. kurangi pemborosan dengan memangkas semua anggaran negara yang tidak perlu seperti subsidi untuk pelayanan sosial seperti anggaran pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial lainnya.
3. perlu diterapkan deregulasi ekonomi, mereka percaya bahwa regulasi selalu mengurangi keuntungan, termasuk regulasi mengenai amdal keselamatan kerja dan sebagainya.
4. privatisasikan semua badan usaha negara. Privatisasi ini termasuk juga perusahaan-perusahaan strategis yang melayaani kepentignan rakyat banyak seperti PLN, Sekolah dan Rumah Sakit. Hal ini akan mengakibatkan konsentrasi kapital di tangan sedikit orang dan memaksa rakyat kecil membayar lebih mahal atas kebutuhan dasar mereka.
5. masukkan gagasan seperti “barang-barang publik”, “gotong-royong” serta berbagai keyakinan solidaritas sosial yang hidup di masyarakat ke dalam peti es dan selanjutnya digantikan dengan gagasan “tanggung jawab individual”. Masing-masing orang akan bertanggung jawab terhadap kebutuhan mereka sendiri-sendiri. Golongan paling miskin di masyarakat akan menjadi korban gagasan ini karena merekalah yang paling kesulitan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Dalam rangka memantapkan kebijakan neo-liberalisme, para pendukungnya secara gencar mengampanyekan mitos-mitos berkaitan dengan neo-liberalisme dan lebih lanjut tentang pasar bebas. Lebih lanjut dijelaskan oleh Mansour Fakih (2003) bahwa mitos-mitos itu diantaranya adalah :
1. perdagangan bebas akan menjamin pangan murah dan kelaparan tidak akan terjadi. Kenyataan yang terjadi bahwa perdagangan bebas justru meningkatkan harga pangan.
2. WTO dan TNC akan memproduksi pangan yang aman. Kenyataannya dengan penggunaan pestisida secara berlebih dan pangan hasil rekayasa genetik justru membahayakan kesehatan manusia dan juga keseimbangan ekologis.
3. kaum permpuan akan diuntungkan dengan pasar bebas pangan. Kenyataannya, perempuan petani semakin tersingkir baik sebagai produsen maupun konsumen.
4. bahwa paten dan hak kekayaan intelektual akan melindungi inovasi dan pengetahuan. Kenyataannya, paten justru memperlambat alih teknologi dan membuat teknologi menjadi mahal.
5. perdagangan bebas di bidang pangan akan menguntungkan konsumen karena harga murah dan banyak pilihan. Kenyataannya justru hal itu mengancam ketahanan pangan di negara-negara dunia ketiga.
Akibat dari gagasan-gagasan yang selanjutnya diterapkan menjadi kebijakan ini dapat kita perhatikan pada kehidupan di negeri ini. Bagaimana rakyat menjerit akibat kenaikan harga-harga seiring dengan ketetapan pemerintah mencabut subsidi BBM PHK massal mewabah karena efisiensi perusahaan akibat meningkatnya beban biaya produksi. Mahalnya harga obat karena paten dan hak cipta yang membuat rakyat makin sulit mendapatkannya. Mahalnya biaya perawatan rumah sakit karena swastanisasi. Makin tercekiknya kesejahteraan petani akibat kebijakan impor beras dan diperburuk dengan mahalnya harga pupuk dan obat-obatan pembasmi hama. Masih banyak contoh yang dapat kita perhatikan dalam kehidupan sehari-hari di sekitar kita.
Akibat dalam skala lebih luas menurut Yanuar Nugroho (2005) ternyata perekonomian dunia saat ini hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup 800 juta dari 6.5 miliar manusia. Itupun ia sudah mengonsumsi 80 persen dari semua sumber daya bumi yang tersedia. Jika cara ini diteruskan, sumber daya bumi ini akan segera terkuras habis.
Globalisasi dan pasar bebas memang membawa kesejahteraan dan pertumbuhan, namun hanya bagi segelintir orang karena sebagian besar dunia ini tetap menderita. Ketika budaya lokal makin hilang akibat gaya hidup global, tiga perempat penghuni bumi ini harus hidup dengan kurang dari dua dollar sehari. Satu miliar orang harus tidur sembari kelaparan setiap malam. Satu setengah miliar penduduk bola dunia ini tidak bisa mendapatkan segelas air bersih setiap hari. Satu ibu mati saat melahirkan setiap menit.
(ASEAN Free Trade Area, AFTA) adalah sebuah persetujuan oleh ASEAN mengenai sektor produksi lokal di seluruh negara ASEAN.Ketika persetujuan AFTA ditandatangani resmi, AFTA sekarang terdiri dari sepuluh negara ASEAN. Keempat pendatang baru tersebut dibutuhkan untuk menandatangani persetujuan AFTA untuk bergabung ke dalam ASEAN, namun diberi kelonggaran waktu untuk memenuhi kewajiban penurunan tarif AFTA. Tujuan FTA :
• Meningkatkan daya saing ASEAN sebagai basis produksi dalam pasar dunia melalui penghapusan bea dan halangan non-bea dalam ASEAN
• Menarik investasi asing langsung ke ASEAN
Mekanisme utama untuk mencapai tujuan di atas adalah skema "Common Effective Preferential Tariff" (CEPT). Anggota ASEAN memiliki pilihan untuk mengadakan pengecualian produk dalam CEPT dalam tiga kasus:
• Pengecualian sementara
• Produk pertanian sensitif
• Pengecualian umum (Sekretariat ASEAN, 2004)
ASEAN Plus 3 adalah suatu forum yang berperan sebagai suatu koordinator kerjasama antara ASEAN dan tiga negara Asia Timur yaitu Cina, Jepang, dan Korea Selatan.

FTA Bencana atau Berkah ?
Barang dan jasa yang diproduksi di Indonesia sendiri terdiri dari jutaan jenis. Ada barang yang berasal dari produksi pertanian, industri pengolahan, dan dari penggalian. Bisa berasal dari lahan petani kecil, produksi rumah tangga, maupun dari produksi perkebunan besar dan industri yang bersifat korporasi. Macam jasa pun demikian, mulai dari jasa pedagang kecil sampai dengan jasa konsultan keuangan bagi korporasi. Perhatikan bahwa penghitungan PDB bersifat arus (flow), yaitu kuantitas per kurun waktu. Ini berbeda dengan penghitungan yang bersifat persediaan (stock), yaitu kuantitas pada suatu waktu atau tanggal tertentu. Misalnya, kekayaan suatu negara yang secara teoritis bisa dihitung pada tanggal tertentu akan bersifat persediaan. Suatu negara mungkin saja memiliki kekayaan yang besar, akan tetapi memiliki penghasilan per tahun yang tergolong masih rendah. Sebagaimana yang dialami Indonesia dengan kekayaan sumber daya alam yang berlimpahnya.
Selain itu, perhitungannya pun berbasis wilayah geografis, yaitu semua produksi di wilayah Indonesia, tidak menjadi soal siapa yang memproduksinya, meskipun pihak asing. Selama periode Pemerintahan SBY tercipta lapangan kerja baru sebanyak 8,83 juta orang (dari 93,72 juta menjadi 102,55 juta). Sementara angkatan kerja bertambah sebanyak 7,98 juta orang (dari 103,97 juta menjadi 111,95 juta). Dengan kata lain, lapangan kerja baru yang tersedia hanya sedikit diatas laju pertumbuhan angkatan kerja. Pada Agustus 2008, ada 31,09 juta orang setengah pengangguran atau 27,77 %. Terdiri dari setengah penganggur terpaksa sebanyak 14,92 juta orang dan setengah penganggur sukarela sebanyak 16,17 juta orang. Selama empat tahun pemerintahan, jumlah penganggur hanya berhasil dikurangi sebanyak 2,27 juta.
Sementara itu, angka setengah pengangguran justeru mengalami perkembangan yang lebih buruk, bertambah sebanyak 3,14 juta orang. Jika melihat komposisi antara pekerja formal dan informal, maka tampak tidak adanya perbaikan yang berarti, meski sempat ada sedikit perbaikan dalam dua tahun pertama. Jumlah pekerja formal pada Agustus 2004 adalah sebanyak 28,43 juta orang atau sebesar 30,33%, sedangkan pekerja informal adalah sebanyak 65,30 juta orang atau sebesar 69,67% dari mereka yang bekerja. Dengan kata lain, pemerintahan SBY kurang berhasil menciptakan lapangan kerja baru di sektor formal yang banyak diinginkan oleh para pencari kerja dan para pekerja informal (yang sebagian cukup besarnya berstatus setengah penganggur).
Kekhawatiran pengaanguran akan bertambah bila membaca defisit perdagangan China selama lima tahun dengan Indonesia yang membengkak. Indonesia merugi puluhan triliun dengan China. Indonesia hanya mengalami surplus perdagangan dengan China pada 2003. Tahun-tahun berikutnya, Indonesia mengalami defisit perdagangan dengan Indonesia. Saat ini hampir semua jenis produk China masuk melenggang bebas ke Indonesia. Data BPS meunjukan saat ini saja ekspor kita ke China hanya 5,91%, sedangkan impornya mencapai 8,55%. Kelak ketika perdagangan bebas sudah dijalankan, diprediksi ekspor kita hanya naik 2,29% menjadi 8,20 %. Sebaliknya impor Indonesia dari China mantapnya indrustri dalam nbakal naik 2,81% menjadi 11,37 %.
Merebaknya pesimisme ini disebabkan belum mantapnya indrustri dalam negeri. Indrustri Indonesia masih dibebani rupa – rupa masalah yang menyebabkan daya saing menjadi rendah. Infrastruktur yang buruk, suku bunga bank yang tinggi, kurs rupiah yang tidak stabil, serta birokrasi yang berbelit belit. Serta mental entepreuneur dari sebagian rakyat Indonesia yang masih rendah dibanding China.
Indonesia sepertinya harus siap-siap kehilangan uang senilai Rp15 triliun. Uang ini adalah jumlah pemasukan yang biasanya diterima Kantor Bea dan Cukai tiap tahunnya. Selain itu, Indonesia diperkirakan akan kebanjiran produk China bila daya saingnya produk Indonesia tidak segera diperbaiki.
Indonesia sebaiknya melakukan pembenahan dulu terhadap berbagai produk ekspor yang ada, sebelum bersaing dengan produk China. Para pelaku usaha kecil menengah (UKM) belum siap sepenuhnya menghadapi perdagangan bebas itu sebab ongkos produksi dan biaya modal masih terlalu tinggi. Suku bunga bank juga rendah di China hanya 5-7%, sedangkan di suku bunga perbankan di Indonesia mencapai 15% per tahun. Selain itu, ada masalah energi yang belum sepenuhnya tersedia bagi pelaku usaha, biaya produksi masih sangat tinggi, sebab tidak ditopang ketersediaan bahan baku, tingginya pungutan liar di masyarakat, pelabuhan, dan birokrasi, buruknya infrastruktur, serta masih tingginya bunga kredit Usaha Kecil dan Menengah yang rata-rata di atas 16%. Faktor ini yang membuat harga produk kita belum bisa bersaing. China merupakan kekuatan ekonomi terbesar ketiga dunia. Sedangkan kawasan ASEAN merupakan mitra dagang dan investasi terbesar keempat China. FTA ASEAN-China akan menciptakan 1,7 miliar konsumen di kawasan dengan Gross Domestic Product (GDP) kawasan sekitar US$ 2 trilliun.
" China jelas paling diuntungkan dan Indonesia amat mungkin paling dirugikan," kata Syamsul Hadi, seorang analis ekonomi-politik Universitas Indonesia. Perlu terobosan radikal dari pemerintah untuk membuat pelaku usaha, utamanya UKM, agar bisa bersaing di tingkat regional. Sebab waktunya sudah sangat singkat. Ingat bahwa masih banyak produk UKM nasional sulit bersaing di tingkat nasional, apalagi secara regional.
Bagi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) terkait kerugian yang harus diderita industri nasional akibat perjanjian perdagangan bebas (FTA) Asean-China. Apindo mempunyai rumusan dan solusi secara teknis yang akan disarankan pada pemerintah. Solusinya secara umum ada empat: Pertama, soal penundaan dan penggeseran skedul; Kedua, memperkuat lembaga antidumping; Ketiga, melalui hambatan nontarif semisal safeguard; atau Keempat melalui percepatan SNI.
Dari pengalaman masa lalu Indonesia dan pengalaman negara berkembang lain, peran pasar dan peran pemerintah sama-sama diperlukan untuk menjamin keadilan ekonomi bagi masyarakat negara bersangkutan. Selalu bisa terjadi ”kegagalan pasar” dan ”kegagalan Pemerintah”. Jangan sampai pengalaman mutakhir tentang keburukan pasar bebas membuat kita mendekat kembali kepada suatu bentuk pemerintah yang serba tahu dan serba mengatur, yang pada gilirannya akan mengecewakan kita kembali. Jelas bahwa yang menjadi kaidah dasar adalah peran pemerintah yang semacam apa secara lebih detil dan pengembangan mekanisme pasar atas apa saja yang justeru didorong agar perekonomian bisa tumbuh pesat dan menjamin rasa keadilan bagi seluruh rakyat.
Di sisi lain, keadilan ekonomi yang diimpikan pastilah bukan pemerataan kemiskinan melainkan kesejahteraan yang semakin merata. Kuenya membesar, pembagiannya semakin membaik. Pasar secara empiris memiliki kecenderungan yang lebih baik dalam memperbesar kue, pemerintah cenderung lebih baik dalam membaginya. Kaum wiraswasta adalah unsur utama bagi penciptaan kue besar sebuah perekonomian, dan akan sangat ideal jika mereka memiliki rasa ingin berbagi yang dilandasi oleh nilai luhur tidak semata oleh tujuan ekonomis.
Refleksi Akhir Tahun
Sebagai refleksi akhir tahun, menjelang FTA ASEAN dan China, tidak ada salahnya kita membaca Pidato umum yang diucapkan oleh Karl Marx di depan Asosiasi Demokratik kota Brussel, 9 Januari 1848.
Buat apa menghasratkan diperkenankannya persaingan bebas dengan ide kebebasan ini, ketika kebebasan hanyalah produk dari suatu keadaan yang didasarkan pada persaingan bebas?
Kita telah menunjukkan jenis apakah yang telah diperoleh persaudaraan perdagangan bebas di antrara berbagai klas dari nasion yang satu dan sama itu. Persaudaraan yang akan ditegakkan oleh perdagangan bebas antara bangsa-bangsa di atas bumi ini akan nyaris lebih bersaudara. Menyebutkan eksploitasi kosmopolitan sebagai persaudaraan universal adalah suatu gagasan yang hanya mungkin dilahirkan dalam benak klas burjuasi. Semua gejala destruktif yang ditimbulkan oleh persaingan tanpa batas di suatu negeri telah direproduksi dalam proporsi-proporsi yang lebih meraksasa di pasar dunia. Kita tidak perlu membahas lebih lanjut mengenai sofisme perdagangan bebas perihal ini, yang nilainya cuma sederajat argumen-argumen para pemenang-hadiah kita: tuan-tuan Hope, Morse dan Greg.
Misalnya, kita diberitahu bahwa perdagangan bebas akan menciptakan suatu pembagian kerja internasional, dan dengan begitu memberikan produksi pada setiap negeri yang paling selaras dengan kelebihan-kelebihan alamnya .Mungkin kalian percaya, tuan-tuan, bahwa produksi kopi dan gula adalah takdir alami dari Hindia Barat. Dua abad yang lalu, alam yang tidak merepotkan dirinya dengan perdagangan, tidak menanamkan tebu ataupun pohon-pohon kopi di sana.
Dan mungkin saja bahwa dalam waktu kurang dari setengah abad anda tidak akan menemui di sana kopi maupun gula, karena Hindia Timur, dengan cara produksi yang lebih murah, telah berhasil melawan yang dianggap takdir alami dari Hindia Barat. Dan Hindia Barat dengan kekayaan alamnya, sudah menrupakan suatu beban berat bagi Inggris seperti para penenum Dacca, yang juga ditakdirkan sejak awal zaman bertenun dengan tangan.
Satu hal yang jangan sampai dilupakan, yaitu, bahwa dengan menjadinya segala sesuatu suatu monopoli, dewasa ini terdapat juga beberapa cabang industri yang mendominasi semua industri lainnya, dan menjamin pada bangsa yang paling berhasil membudidayakannya, kekuasaan atas pasar dunia. Demikianlah dalam perdagangan internasional hanya kapas yang memiliki arti penting komersial yang jauh lebih besar daripada semua bahan mentah lainnya yang digunakan dalam manufaktur pakaian. Sungguh ganjil melihat para pedagang-bebas memberi penekanan pada beberapa pengistimewaan di setiap cabang industri, melemparkan itu ke dalam perimbangan terhadap produk-produk yang dipakai dalam konsumsi sehari-hari dan yang diproduksi secara paling murah di negeri-negeri di mana manufaktur telah berkembang paling maju.
Jika kaum pedagang-bebas tidak dapat mengerti bagaimana satu nasion dapat bertumbuh kaya sekali dengan merugikan nasion lain, kita tidak perlu heran, karena tuan-tuan yang sama ini pula yang juga menolak untuk memahami bagaimana di dalam satu negeri satu klas dapat memperkaya dirinya sendiri dengan merugikan klas lainnya.
Jangan berkhayal, tuan-tuan, bahwa dalam mengkritik perdagangan bebas kita sekurang-kurangnya beriktikad untuk membela sistem perlindungan/proteksi.
Orang boleh-boleh saja menyatakan dirinya sebagai musuh rejim konstitusional tanpa menyatakan dirinya seorang sahabat dari rejim lama.
Lagi pula, sistem proteksionis tidak lain dan tidak bukan hanyalah satu cara untuk menegakkan industri skala besar di suatu negeri tertentu, yaitu, membuatnya bergantung pada pasar dunia, dan dari saat ditegakkannya ketergantungan pada pasar dunia itu, sudah ada kurang-lebih suatu ketergantungan pada perdagangan bebas. Di samping itu, sistem proteksionis membantu pengembangan persaingan bebas di dalam suatu negeri. Karena itu kita melihat bahwa di negeri-negeri di mana kaum burjuasi mulai membuat dirinya dirasakan sebagai suatu klas, di Jerman misalnya, ia melakukan usaha-usaha kuat untuk memperoleh bea-bea masuk protektif. Ini dipakai oleh burjuasi sebagai senjata-senjata melawan feodalisme dan pemerintahan absolut, sebagai alat untuk mengonsentrasikan kekuatan-kekuatannya sendiri dan bagi realisasi perdangan bebas di dalam negeri itu pula.
Tetapi, pada umumnya, sistem protekstif zaman sekarang adalah bersifat konservatif, sedangkan sistem perdagangan bebas adalah destruktif. Ia membongkar nasionalitas-nasionalitas lama dan mendorong antagonisme dari proletariat dan burjuasi pada titik paling ekstrem. Singkat kata, sistem perdagangan bebas mempercepat revolusi sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar