Minggu, 10 Januari 2010

AKU BEKU DALAM MATAHARI

AKU BEKU DALAM MATAHARI
Karya : Soetrisno Bachir


Zaman itu,
ketika semua bicara perubahan,
dengan serempak semua bagai tersihir
Entah siapa yang memulai,
tapi semua terlena dalam kubangan harap dan impian

Hari hari itu dipenuhi slogan dan mantra-mantra:
perubahan, perubahan, dan perubahan!

Di sudut sana, orangorang memekik lantang, “Reformasi!”
Di pojok lapangan, para mahasiswa berteriak, “Reformasi!”
Hampir di setiap sudut, di setiap lorong,
di setiap jalan, di setiap jembatan,
di setiap gedunggedung, hingga di setiap gubuk reot,
semua bicara dan mengumpat lantang tentang suara yang sama:
“Reformasi!”

Ya, memang semua bagai tersihir dalam kubangan penuh harap dan impian
Impian untuk menemukan kembali sesuatu yang terampas
Impian mendapatkan apa yang selama ini dianggap palsu dan terhempas

aku pun tak diam
aku berdiri di suatu bukit
Gemuruh angin kencang menyibak kesendirianku
Sekejap datang seseorang membawakan aku matahari

Wahai saudaraku, inilah matahari!
Dengan penuh keyakinan sungguh ia memeluk dan berbisik, jadilah matahari!

Jadilah
Matahari yang akan memancarkan segala cahaya penuh kehangatan
Matahari yang mampu menerangi kegelapan segala ruang dan sudut kebisuan
Matahari yang bisa mengubah si bodoh menjadi cendekia
Jadilah
Matahari yang menjadikan si miskin memiliki ragam kesempatan
Matahari yang menguak segala misteri kebisuan atas kebenaran
Matahari yang selalu bercahaya meski hujan dan angin datang melawan

Ah, aku terpukau
Aku terkesiap dan berdiri
Aku pun tersenyum dan datang menghampiri,
demi satu mimpi dan imaji

“Nusantara diterangi cahaya dengan langit rona biru,
Biru dan sejuk seperti samudera di bumi…”

Aku pun tersenyum dan datang menghampiri,
demi impian yang sangat kuyakini

Aku diam sejenak, demi dapatkan mantra sakti
Setelah kutemukan, aku pun berteriak:
“Hidup adalah perjuangan! Ya, Hidup adalah perjuangan!”
Perjuangan sebagai altar ibadah,
perjuangan tanpa henti tanpa kenal menyerah…

Tapi, angin memang tak bisa ditebak
Seperti angin samudera silih berganti menerpa ombak
Lagi-lagi aku terbelakak dengan segala apa yang kusaksikan di depan kelopak
Awan berarak gelap mengepung angkasa yang terkoyak!

Cahaya matahari memang masih bersinar,
Tapi semua ngumpet dan sembunyi di balik dinding dan rumah-rumah palsu
Semua merasa lebih nyaman menggunakan payung dan berlindung di dalam istana agar terhindar dari cahaya matahari…
Aneh, bila kini aku merasa kedinginan di tengah pijar matahari
Aku menggigil dan tak bisa mengerti…

Bagaimana ini? Apa yang tengah terjadi?
Cahaya yang katanya selalu menghangatkan,
menerangi dan mengingatkan
Cahaya yang katanya dapat menyadarkan
bahwa diri kita memang selalu gelap dan butuh CahyaNya…
ah, aku tak paham!

Mungkin orang mengatakan aku menyerah!
Tidak, bagaimana aku bisa menyerah bila sejak awal aku tak punya daya dan upaya,
karena semua kekuatan hanya datang dari Sang Pencitpa?

Mungkin orang mengatakan aku berlari!
Tidak, Aku tak lari sembunyi, meski aku harus sembunyi
Karena tak ingin tangan hina ini kian kotor oleh kedunguanku yang tak terperi

Aku mungkin hanya bisa berujar singkat:
aku sirna,
aku fana
oleh Keagungan Diri-Nya!

Karena kini aku sadar…
Cahaya itu ada di sini
Matahari itu ada di sini
Di dada ini
Di dalam jiwa ini
Cahaya yang selalu menerangi hati para pencari
Mencari keabadian dan kesejatian pribadi yang hakiki…

Kini aku di sini,
berjalan di jalan yang aku pilih ini
Aku mengerti…setiap dari kita, hanya rangkaian proses untuk
selalu terus bergerak, merangkak untuk menggapai Cinta Ilahi…

1 komentar:

  1. sepakat bang SB-ku, perubahan yang haqiqi itu:
    dari "abid".....ke"thaat"...hingga "cinta -.."fana"..(fana dalam perbuatan, fana dalam sifat2, fana dalam Dzaat) dan
    baqaa.

    "gulshan-i-Raz" berkata :
    cahaya daripada Nabi adalah matahari yang besar
    terkadang muncul dalam Musa, terkadang dalam Adam.
    Waktu yang Bagi Maha Kuasa adalah Katulistiwa
    yang bebas dari semua lindungan dan bayangan.

    BalasHapus