Selasa, 26 Januari 2010

100 HARI

Kala matahari redup diselimuti gelap malam, saat itu hitungan dimulai, tepat tengah malam pergantian hari. Matahari dan bulan oleh manusia jadi penanda waktu. Manusia Indonesia menandai kelahiran atau kematian dengan waktu yang berkala : tujuh bulanan, aqiqah atau tujuh hari kematian dan 100 hari kematian bahkan 1000 hari kematian.

Tahun lalu Indonesia bergegas mengingat 100 tahun kebangkitan nasional. 100 tahun silam, istilah "Indonesia" belum dikenal di dunia dan belum mempunyai arti politik di tanah air. Kini, di abad ke 21, Republik Indonesia dalam umurnya yang 63 tahun bukan saja menjadi realita politik namun juga fenomena internasional. Indonesia kini dikenal sebagai demokrasi nomor tiga terbesar di dunia; sebagai bangsa berpenduduk muslim terbesar di dunia; sebagai benteng Islam moderat, toleransi dan pluralisme; sebagai "environmental superpower" pemilik hutan tropis yang menjadi solusi penting perubahan iklim global; dan sebagai negara yang ekonominya sangat dinamis, berlimpah sumber alam, dan bermasa depan cerah.

Angka 100 rupanya bukan angka biasa. Saat kita sekolah dasar, nilai 100 angka akan membuat anak bersorak, untuk bisa mendapatkan angka itu perlu perjuangan keras dan panjang. Hari Kamis, 28 Januari 2010 ini adalah genap Presiden Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono yang kerap kita singkat dengan SBY mencanangkan 100 hari pemerintahan yang kedua. Kritik atau evaluasi yang dilakukan masyarakat sebenarnya hanya respons atas janji program 100 hari yang disampaikan Presiden SBY pada pekan ini. Sebelum era pemerintahan SBY, masyarakat Indonesia tidak mengenal program 100 hari.

Memang telah banyak negara yang mempraktikkan program ini seperti misalnya di Amerika Serikat. Program 100 hari dinilai penting karena dapat menjadi indikator positif bagi pemerintah baru dalam meningkatkan kepercayaan publik. Namun, bila program 100 hari tidak direncanakan dengan matang, tidak memiliki program andalan yang dapat meyakinkan publik atas kemampuan pemerintahan baru, maka justru akan menjadi bumerang yang akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kompetensi pemerintah.

Dengan mempublikasikan program 100 hari artinya pemerintahan SBY-Boediono mempersilakan masyarakat untuk menilai dan mengkritisi kinerjanya. Bila merujuk pada program 100 hari yang dilakukan di berbagai negara maju, program 100 hari bukan sekadar untuk menancapkan fondasi. Ada dua hal penting dalam program 100 hari. Pertama, program 100 hari harus memberikan landasan strategis bagi kebijakan pemerintah. Juga memberikan sinyal bagi masyarakat dan para pelaku usaha terhadap arah kebijakan ekonomi pemerintah ke depan. Kedua, program 100 hari juga merupakan berbagai terobosan kebijakan untuk menyelesaikan berbagai masalah jangka pendek. Kelemahan program 100 hari pemerintah, ternyata tidak hanya ketidakjelasan kebijakan fondasi tetapi juga minimnya kebijakan konkret yang dapat meyakinkan masyarakat atas kompetensi dan keberpihakan pemerintahan dalam mengelola kebijakan ekonomi.

Nasihat Cary Covington, profesor politik dari Universitas Iowa, terhadap program 100 hari Obama menarik untuk dievaluasi. Menurut Cary Covington, yang terpenting bagi Obama adalah melakukan apa yang telah dilakukan Roosevelt dalam program 100 harinya yakni fokus pada upaya menumbuhkan keyakinan dan semangat masyarakat. Bagi masyarakat, program 100 hari pemerintahan SBY – Boediono adalah cicak dan buaya selain juga kisruhnya Bank Century.

25 Januari adalah saat rakyat mengavaluasi dan menagih janji. Adalah absurd jika massa aksi pada tanggal itu dikaitkan dengan kisruh century apalagi pemakzulan. Rakyat dengan caranya mengingatkan bahwa tantangan bangsa yang paling nyata adalah korupsi, kebodohan, ketidak pedulian, potensi konflik, xenophobia, ekstremisme, marginalisasi, nasionalisme sempit, ketidakmampuan membaca tanda-tanda zaman. Rakyat ingin menatap Indonesia menjadi salah satu ekonomi unggul yang paling kompetitif di Asia, handal beradaptasi dan melesat jauh melampaui target internasional Millenium Development Goals dengan kemakmuran yang merata dari Sabang sampai Merauke.

Rakyat juga hendak menegaskan, 100 hari bukan revolusi, ia adalah perjuangan. Kita maklumi aksi massa perlu dinamika lapangan. Revolusi adalah kata sihir yang memukau massa.
25 Januari adalah repetisi pengulangan sejarah : berharap revolusi. Namun seperti kata Moammar Khaddafy : Kejadian besar dalam sejarah bisa diulang, kali pertama berupa tragedi, kali kedua berupa banyolan.”

2 komentar:

  1. Jika hal ini kemudian merupakan "banyolan" .... alangkah naifnya kita sebagai rakyat dan sebagai bangsa. Apalagi jika dikaitkan dengan komentar bahwa, makna "diatur oleh negara," adalah bahwa, rakyat adalah bagian dari negara sehingga rakyatpun bertanggungjawab terhadap sesuatu program, misalnya pengentasan kemiskinan, pengurangan penggangguran sebagai langkah menampung angkatan kerja yang bertambah setiap tahun, masalahnya akan menjadi pelik dan rumit karena sudah barang tentu rakyat mengharapkan dan mengandalkan solusi, alternatif dari pemerintah sebagai pengemban amanah rakyat.
    Mendukung anda untuk meninjau ulang perjanjian kerjsama perdagangan dengan China (baca Cina bukan Caina), maka sudah saatnya Indonesia (melalui pengelola negara) meniru dan menduplikasi apa yang dilakukan Cina bahwa, pemberantasan korupsi -misalnya- harus dimulai dari atas, bukan dari bawah (the queen of soendoek, ftv).
    100hari menurut versi pengelola negara tanpa mempertimbangkan versi masyarakat (apakah sebagai bentuk LSM, NGO, Ormas, Orpol) adalah pemaksaan kehendak dan sangat jauh dari etika dan budaya Indonesia yang penuh toleransi, pluralisme dan kegotong royongan.
    BTW, selamat berjuang Pak Haji....do'a kami di nadimu...salam Indonesia...Merdeka

    BalasHapus
  2. 100 menjadi angka 'kramat' yg berpotensi pada stabilitas pemerintahan saat ini jika masih terjadi penggalangan 100an rupiah untuk sebuah keadilan bagi seorang Prita & masih maraknya 'polisi 100an' alias polisi 'cepek', anak-anak & pengamen jalanan yg hidup dari recehan 100 perak.
    Maka begitu jauh menilai pemerintahan SBY-Boediono dengan angka 100 u/ program kerja 100 hari bagi rezim ini.

    BalasHapus